Sebuah Permainan Kata " Perihal Hujan : Ruang Rain(du) "

Perihal Hujan : Ruang Rain(du)

Namaku Siang. Ruang rindu itu tanpa batas, sangat luas dan tak pernah ada rasa puas.

     Sejak siang, langit sudah tampak muram. Kilatan menyambar, petir menggelegar. Langit berusaha menyampaikan resahnya. Bergema mencoba mengetuk-ngetuk pintu hati yang sulit untuk dibuka. Evaporasi yang berlebihan membuat terjadinya Presipitasi. Sepertihalnya perempuan ketika sudah terlampau buneg tak tau harus bagaimana maka air mata adalah jalan keluarnya.

     Sore tiba, bersamaan dengan tetes air hujan pertama. Bau tanah terkena hujan yang menyegarkan, membuat perasaan bercampur rasa. Ada sedih, ada senang, ada duka, ada gembira. Mencoba mencari cela di antara tetes air hujan satu dengan lainnya. Hujan makin deras, sederas cintaku padamu. Kasih. Sayang kau meneduh.

    Di tengah hujan kian deras. Kau meneduh. Secara tersirat itu berarti menghindari cinta yang kuberi. Saat ini negera sedang berantakan. Kau baik-baik saja kan? Disini sedang rain. Rain(du). Aku tahu rinduku tak berarti apa-apa bagimu. Tapi yaudahlah yah, suka ga suka harus terima.

     " Hujan, aku masih ragu. Engkau takdir atau sekedar hadir? ". Di luar sedang ramai-ramainya. Buku di tangan kiriku. Pulpen di tangan kananku. Kau tidak ada di sampingku. Lalu apa yang harus kutuliskan selain kata " Rindu ".

    Menuju senja, hujan tak kunjung juga reda. Ia malah makin larut asyikmenuangkan segala kisah nya. Membawa setumpuk kenangan. Menyambut malam. 

    Makin malam, malah justru deras nya bukan main-main. Siap dengan khidmat menikmati setumpuk kenangan yang menyenangkan dan sebaliknya. Mengulik ingatan dan kenangan pekerjaan yang mengasikan. 

Kembalilah ketempat semstinya bintang berada.

Komentar

Posting Komentar

Postingan Populer